Langsung ke konten utama

Tercipta oleh Keragaman dan Perbedaan

Menurut Ki Hajar Dewantara, kebudayaan adalah buah budi manusia berupa hasil perjuangan manusia terhadap dua pengaruh kuat, yaitu zaman dan alam yang merupakan bukti kejayaan hidup manusia untuk mengatasi berbagai rintangan dan kesulitan di dalam hidup dan penghidupannya guna mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang pada lahirnya bersifat tertib dan damai. Ada pun definisi kebudayaan menurut Koentjaraningrat adalah keseluruhan gagasan dan karya manusia yang diperoleh dari proses belajar serta hasil budi dan karya tersebut. 

Terdapat 7 unsur kebudayaan, yaitu bahasa, sistem pengetahuan, sistem kemasyarakatan, teknologi, sistem mata pencaharian, sistem kepercayaan, dan kesenian. Dalam kehidupan masyarakat, kebudayaan dapat berwujud ide (mitos Jawa), aktivitas (upacara-upacara adat), benda (pisau dan senjata tradisional), pola perilaku dan pola pikir yang akhirnya menjadi norma, teknologi, dan seni musik. Namun, kebudayaan yang seperti itu ada yang mulai luntur dan ada yang berubah seiring waktu tergantikan oleh kolaborasi kebudayaan dari masyarakat yang berbeda asal suku dan agama.

Berbicara soal kebudayaan di masa kini, apalagi teknologi berkembang dengan begitu cepat, mudah sekali bagi budaya-budaya dari negara luar masuk ke Indonesia. Hal ini pastinya mempengaruhi kebudayaan masyarakat Indonesia yang sekarang, khususnya kebudayaan di lingkungan rumah penulis sendiri yang setiap tahun ada warga baru dari daerah lain yang pindah ke RT 02.

Untuk mengetahui kebudayaan di lingkungan rumah penulis, penulis memutuskan untuk mewawancarai Ketua RT 02 Tebet Utara pada hari Kamis (01/07/2021) via media sosial berhubung pandemi Covid-19 tidak memungkinkan penulis untuk mewawancarai Pak RT secara langsung. Ada beberapa pertanyaan yang penulis ajukan kepada beliau:

1. Bagaimana Bapak menganggap warga RT 02 ini?
2. Menurut Bapak, kebudayaan itu apa?
3. Bagaimana kebudayaan di lingkungn RT 02 ini?
4. Kira-kira apa yang melatarbelakangi kebudayaan di RT 02 ini?
5. Sudah berapa lama kebudayaan RT 02 berlangsung di lingkungan ini?
6. Nilai moral apa yang bisa diperoleh dari kebudayaan warga RT 02 dan diteruskan untuk generasi RT 02 berikutnya?
7. Dalam pemosisian kebudayaan ada istilah 3T (Tatanan, Tuntunan, dan Tontonan). Bagaimana kebudayaan di RT 02 ini bila diposisikan dalam 3T? 
8. Apakah sampai  hari ini masih ada terdengar penguna bahasa Betawi di lingkungan RT 02?

Jawaban-jawaban yang telah diberikan oleh beliau akan penulis rangkum dalam paragraf setelah ini.

Semenjak menjadi seorang Ketua RT 02, beliau menganggap warga RT 02 ini sebagai keluarganya sendiri dan pastinya menjadi tanggung jawab dirinya sampai masa jabatannya berakhir. Warga RT 02 memiliki latar belakang suku dan agama yang berbeda-beda yang membuat budaya para warga pun berbeda satu sama lain. Beliau sangat berharap dan berupaya para warga RT 02 bisa saling rukun, toleransi, dan menghormati hak warga lain yang berbeda suku, agama, dan budaya. Salah satu upaya yang telah dilakukannya adalah membuat grup bersama di media sosial.

Menurut beliau, kebudayaan adalah hasil karya dan tindakan dari para pendahulu yang diteruskan dan dilakukan berulang sampai menjadi kebiasaan di masa sekarang. Kebudayaan di lingkungan RT 02 yang selama ini diamati oleh beliau adalah budaya mengunjungi dan membantu warga yang sakit apalagi di masa pandemi seperti ini. Pernah ada warga RT 02 yang terkena Covid-19 yang mengharuskan dia untuk dirawat di rumah sakit. Para warga pun berinisiatif untuk memberikan makanan melalui Pak RT yang nantinya Pak RT membawa makanan itu ke rumah sakit. Hal ini pun berlaku bila ada warga yang meninggal dunia. Komunikasi pun sudah menjadi budaya warga 02 di masa sekarang ini sehingga satu RT pun tahu jika ada akses jalan yang ditutup di sekitar rumahnya atau ada perayaan keagamaan yang mengharuskan menutup akses menuju RT 02. Beliau menambahkan siskamling pun masih berjalan sampai hari ini di lingkungan RT 02. Bila ada perayaan 17-an pun para warga saling bekerja sama melancarkan acara lomba di RPTRA. Kebudayaan-kebudayaan tersebut tercipta karena adanya rasa memiliki, rasa kebersamaan, dan adanya kesamaan tujuan dari para warga untuk menciptakan lingkungan RT 02 yang nyaman, aman, dan solid walau latar belakang masing-masing warga berbeda satu dengan lainnya. Kebudayaan ini pun sudah ada di lingkungan RT 02 dari sebelum beliau menjabat sebagai Ketua RT, dari sebelum tahun 2016.

Nilai-nilai moral yang bisa diperoleh dari kebudayaan warga RT 02 adalah selalu menghargai keberagaman yang ada, menjunjung tinggi semangat persatuan di kalangan warga RT 02, dan menggunakan prinsip musyawarah dan mufakat dalam pengambilan keputusan untuk kepentingan organisasi RT 02. Tentunya nilai-nilai moral ini diperjuangkan terus agar generasi berikutnya dapat mempertahankan budaya yang sama seperti yang sudah dibiasakan selama ini.

Bila kebudayaan di lingkungan RT 02 diposisikan dalam 3T, tatanannya adalah struktur yang ada di dalam lingkungan RT 02 atau stratifikasi sosial yang sudah ditetapkan sejak dulu dimulai dari Kelurahan berada di posisi tertinggi kemudian dibawahnya terdapat Ketua RT 02 dan dibawahnya lagi terdapat Sekretaris RT 02, Bendahara RT 02, tokoh masyarakat RT 02, dan warga RT 02. Kebudayaan di lingkungan RT 02 menjadi tuntunan para warganya agar selalu saling membantu dan menjaga satu sama lain agar kesatuan yang telah dibina tidak terpecah belah. Dalam posisi kebudayaan sebagai tontonan, Pak RT menjelaskan bahwa segala kebiasaan baik yang ada di lingkungan RT 02, seperti memberi bantuan, siskamling, dan lainnya dilakukan pula untuk menginspirasi para warga dan memberi motivasi kepada para warga yang menyaksikannya agar kebiasaan baik ini terus diimplementasikan oleh seluruh warga dalam kehidupan sehari-hari.

Unsur-unsur kebudayaan di lingkungan RT 02 dapat dilihat dari bahasa sehari-hari dan mata pencaharian para warganya. Pak RT memberitahu bahwa ada tiga bahasa yang paling banyak digunakan di RT 02 ini, yaitu yang pertama Betawi lalu disusul oleh Sunda dan Jawa. Mata pencaharian warga RT 02 paling banyak adalah sebagai sopir dan kurir Grab/Gojek serta pekerja parkiran di toko-toko sepanjang Tebet Raya.

Demikian jawaban dari Ketua RT 02 seputar kebudayaan yang ada di lingkungan rumah penulis di RT 02 Tebet Utara yang dapat penulis rangkum di artikel ini. Keragaman dan perbedaan latar belakang yang ada di RT 02 memang memudarkan kebudayaan asli Jakarta, tetapi keragaman dan perbedaan tersebut mampu menciptakan kebudayaan baru yang justru menyatukan warga RT 02. (AT)

Jakarta, 1 Juli 2021


Nama: Ardelia Tifani
Fakultas: FITB-G
NIM TPB: 16320153
Kelompok: 65

#Mengbudaya
#KATITB2021


Referensi:

  • Wawancara Ketua RT 02 Tebet Utara
  • https://voi.co.id/kebudayaan-adalah/


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Esai PoPoPe: RW 02 di Masa Pandemi

Keseharian yang serba daring dan pandemi yang tak kunjung reda yang malahan berkembang menjadi jenis baru menahan diriku untuk melintasi batas pagar rumah untuk melihat Kota Jakarta di hari yang baru. Namun, seharusnya tidak semustahil itu untuk mengetahui isu-isu terbaru yang terdapat di lingkungan rumahku sendiri. Saat aku sedang lari pagi di RPTRA RW 02, terdapat spanduk yang tergantung di pagar RPTRA yang sepertinya dikunci agar tidak ada warga yang berkumpul di RPTRA. Di spanduk itu terdapat tulisan “3M: Memakai masker, Mencuci tangan, dan Menjaga jarak”. Di atasnya terdapat tulisan lagi, tetapi aku tidak ingat betul tulisannya. Intinya, warga sangat diminta untuk mematuhi 3M untuk menjaga orang-orang yang disayangi. Selesai lari pagi, aku melewati warung kecil yang tidak jauh dari situ. Memang tidak ada kerumunan, tetapi orang-orang di situ tidak ada yang memakai masker! PoPoPe merupakan akronim dari Posisi, Potensi, dan Peran. Dalam hal ini, yang menjadi fokusnya adalah mahasi...